Selasa, 09 September 2008

Kriminal Dunia Komputer

Pelaku Hacker Situs Polri Terancam 20 Tahun Penjara

Selasa, 9 September 2008 | 19:14 WIB
(By:kompas.com)


JAKARTA, SELASA- Ulah hacker yang membajak situs Polri terancam pidanan ganda dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara ditambah denda Rp 18.78 miliar. Hal tersebut disampaikan Ketua Harian Lembaga Kajian Hukum Teknologi dari Universitas Indonesia (UI) Edmon Makarim, Selasa (9/9).

"Peng-hack-an tersebut harus dicermati sebagai rangkaian proses, mulai dari dilakukan hingga selesai. Jika ditelaah, bisa lebih dari satu tindak pidana (gabungan tindak pidana). Mulai dari tindakan akses ilegal, intersepsi ilegal, interferensi data, interferensi sistem, dan penyalahgunaan perangkat (misuse of device)," kata Edmon.

Pelaku terancam melanggar UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam UU UU Nomor 11 Tahun 2008 menyatakan memberikan perlindungan terhadap informasi pribadi dan memberikan perlindungan yang lebih terhadap informasi yang menyangkut pelayanan publik.

Berdasarkan informasi yang ada, kata Edmon, situs Polri yang di-hack adalah Traffic Management Center (TMC) yang berfungsi memberikan informasi terkini mengenai situasi lalu litas di Kota Jakarta. Hal ini mengakibatkan terganggunya sistem elektronik dan akibatnya sistem tersebut menjadi tidak bekerja sebagaimana seharusnya.

Karena itu, pelaku dapat dikenakan Pasal 33 jo. Pasal 49 jo. Pasal 52 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. "Pelaku terancam maksimal pidana pokok ditambah 1/3-nya. Yaitu penjara maksimal 10 tahun ditambah 1/3, jadi 13.33 tahun, serta denda Rp 10 miliar ditambah 1/3, jadi Rp 13.33 miliar," jelas Edmon.

Edmon menambahkan, jika hack dilakukan oleh korporasi, hukumannya menjadi lebih berat. Berdasar Pasal 52 ayat (4), maka pidana pokok ditambah 1/3-nya. Dengan demikian, pelaku terancam penjara maksimal 17.78 tahun ditambah denda Rp 17.78 miliar.

Selain itu, karena tujuan peng-hack-an adalah untuk memfitnah polisi, pelaku terancam melanggar Pasal 27 ayat (3) jo. 45 ayat (1) UU ITE tentang pendistribusian dan pentransmisian Informasi Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik.Pelaku terancam pidana maksimal penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

"Artinya terdapat gabungan tindak pidana. Jika diakumulasi pelaku terancam pidana maksimal penjara 17.78 tahun ditambah 6 tahun dan denda Rp 17.78 miliar ditambah Rp 1 miliar. Jadi pelaku terancam maksimal penjara 23.78 tahun denda Rp 18.78 miliar," tutur Edmon.

Namun, menurut Edmon, berdasar Pasal 12 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pidana penjara tidak boleh lebih dari 20 tahun. Oleh karena itu, pelaku hanya dapat dikenai ancaman maksimal penjara 20 tahun dan denda Rp 18.78 miliar.

Edmon menambahkan, ancaman pidana terhadap pelaku dapat diperberat karena melanggar pasal 30 UU ITE yaitu mengkases komputer dan Sistem Elektronik dengan cara yang dilarang. "Jika ini dapat dibuktikan, ancaman pidana terhadap Pelaku dapat diperberat. Menurut Edmon, setiap tindakan yang mengganggu atau membuat sistem menjadi tidak berfungsi adalah suatu tindakan kejahatan.

Cakrawala

Malaysia Grogi, Lagu Indonesia Dibatasi
Selasa, 9 September 2008 | 17:16 WIB
(by:Kompas.com)

KUALA LUMPUR, SELASA--Kementerian Tenaga, Air, dan Komunikasi Malaysia Shaziman Abu Mansor akan mengkaji memorandum persatuan karyawan Malaysia (Karyawan) yang menginginkan adanya pembatasan penyiaran lagu-lagu Indonesia di radio swasta.

Shaziman Abu Mansor mengatakan akan mengadakan pertemuan bersama dengan kementerian lainnya, yakni Kementerian Perpaduan, Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan (KPKKW) dan Kementerian Penerangan untuk mengkaji panduan selama ini, demikian Berita Harian, Kuala Lumpur, Selasa.

Saat ini, tidak ada UU khusus yang mewajibkan radio swasta menyiarkan lagu penyanyi asing melebihi lagu penyanyi lokal, kata Shaziman, usai menerima memorandum Karyawan yang diserahkan presidennya Freddie Fernandez dan pencipta lagu M Nasir dan Aznan Aliyas di kantornya di Putrajaya.

Garis panduan yang dikeluarkan oleh Suruhanjaya Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM) kepada radio swasta hanya terkait dengan kuota bahasa saja, tetapi mengatur soal kuota penyiaran antara lagu lokal dan asing. "Kalau ada kekurangan, kita akan coba untuk memperbaiki," kata menteri.

"Kita akan mendengar dan membahas bagaimana cara membantu industri musik lokal. Kita juga hendak mendengar pandangan mereka untuk melihat industri ini dapat berkembang pada masa akan datang," katanya.

Karyawan menyerahkan memorandum kepada menteri Shaziman yang didukung tanda tangan 700 anggota, meminta pemerintah menerapkan kuota 90:10, yakni 90 persen penyiaran lagu lokal dan 10 persen lagi lagu asing atau Indonesia.

Karyawan menolak tuduhan pengajuan memorandum kepada pemerintah berkaitan dengan kurangnya kualitas lagu lokal dibanding lagu Indonesia. Karyawan mengharapkan pemerintah memandang serius kondisi saat ini yang sudah dinilai kritis karena industri musik tanah air tidak memiliki keistimewaan.

Freddie mengatakan, masalah kuota ini terpaksa diangkat demi memberi peluang seniman lokal, terutama karyawan musik, dan tempat untuk mereka bertahan dalam persaingan.

"Masalah ini muncul karena stasiun radio swasta terlalu bebas menyiarkan lagu asing atau Indonesia sehingga mempengaruhi jati diri pendengar lokal untuk terus mendukung mereka tanpa memikirkan dampak buruk kepada industri musik tanah air," tambah dia.

"Pengurangan lagu lokal di radio swasta akan membunuh bakat baru. Sikap radio swasta yang memberi fokus terlalu banyak melalui penyiaran lagu Indonesia dengan alasan karena banyaknya permintaan pendengar tidak bisa diterima," katanya.

"Kita tidak mau negara ini menjadi seperti Singapura yang industri musiknya sudah terkubur. Belum lagi royalti yang terus mengalir ke luar tanpa dinikmati seniman lokal," kata dia.(ANT)